Brigade Al-Qassam |
Palestina merupakan negara yang sampai detik ini belum juga merasakan kemerdekaan, negara tempat berdirinya kiblat pertama umat Islam ini terus saja mendapatkan tekanan dari negara-negara Zionis, kebebasan mereka dirampas sehingga tidak pernah merasa tenang di negara sendiri.
Sudah sejak lama rakyat Palestina mencita-citakan berdirinya sebuah negara yang merdeka, terbebas dari intervensi negara asing, sehingga berbagai cara mereka tempuh untuk mewujudkan mimpi indah itu, mulai dari perundingan dilakukan yang sampai saat ini belum mencapai kata sepakat, sampai kepada peperangan pun mereka lakukan untuk tercapainya cita-cita mulia itu, tapi tentara-tentara Zionis masih saja berpatroli disana.
Salah satu bentuk perlawanan yang mereka lakukan adalah dengan cara melakukan bom syahid. Walaupun sebagian kecil dari para ulama ada yang menganggap itu sebagai hal yang terlarang, bahkan ada yang mengharamkan, tapi mereka tetap berkeyakinan bahwa ini merupakan salah satu bentuk jihad yang harus mereka lakukan untuk mengusir penjajah dari negeri mereka, mereka yakin bahwa para eksekutor bom syahid ini merupakan seorang pahlawan yang sangat berjasa terhadap negara dan agamanya, dan berhasil mendapatkan cita-cita mulia mereka yaitu syahid.
Defenisi
Bom syahid atau yang lebih dikenal dengan bom bunuh diri didefenisikan oleh Muhammad Th`amah Al-Qadah dalam karangannya Al-Mughammarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam dengan aktifitas seorang mujahid yang melemparkan dirinya pada kematian untuk melaksanakan tugas berat dengan kemungkinan tidak selamat akan tetapi dapat memberi manfaat yang besar bagi kaum muslimin.
Sedangkan menurut Nawaf Hail Taruri dalam bukunya Al-`Amaliyah Al-Istisyhadiyah fi Mizan Al-Fiqhi bom syahid adalah Aktifitas seorang (mujahid) mengisi tas atau mobilnya bahan peledak, atau melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, kemudian menyerang musuh ditempat mereka berkumpul, hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut terbunuh.
Sejarah
Para eksekutor bom syahid berasal dari berbagai kelompok yang ikut berpartisipasi dalam jihad melawan Israel, seperti: Brigade Al-Qossam (sayap militer Hamas), Brigade Al-Aqso, Fatah, Hizbullah, Islamic Jihad, Popular Front for Liberation of Palestine (PFLP). Berdasarkan investigasi dari The Guardian, Brigade Al-Qossam merupakan pemasok eksekutor bom syahid terbesar di Palestina.
Para eksekutor bom syahid tidak hanya berasal dari kaum Adam, tetapi juga ada kaum Hawa yang ikut berkontribusi untuk menghancurkan Militer Yahudi, seperti Wafa Idris (27 tahun) dan Ayat Al-Akhras (16 tahun).
Mengenai pendapat penduduk Palestina sendiri tentang aksi bom bunuh diri, Palestinian Center for Public Opinian (PCPO) dibawah pimpinan Dr. Nabil Kukali pernah mengadakan Polling (jajak pendapat) pada akhir Mei 2001. Respondennya adalah penduduk Palestina dewasa yang tinggal di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerussalem Timur. Hasilnya adalah:
ü 76,1% responden mendukung aksi bom syahid
ü 12,5% responden menolak aksi bom syahid
ü 11,4% responden tidak menyatakan pilihannya (abstain)
Teknis eksekusi
Seorang eksekutor bom syahid harus melewati 4 tahap sebelum pemboman dilaksanakan, yaitu: Seleksi, rekrutmen, latihan dan pelaksanaan aksi. Keempat tahap ini mayoritas dipakai oleh seluruh brigade jihad yang ada di Palestina.
Pada tahap seleksi, seorang calon pelaksana aksi pemboman akan dibawa ke kamp pelatihan dan diperhatikan perilakunya selama beberapa hari, selain itu juga akan dilakukan diskusi dan wawancara dengannya. Dalam tahap ini akan dilihat, apakah calon eksekutor layak untuk menjalankan aksi atau tidak.
Komandan Batalion Al-Qossam, Shaleh Syehada mengatakan bahwa seorang calon pelaksana harus memenuhi 4 kriteria yang telah ditetapkan oleh Al-Qossam, yaitu:
1. Harus betul-betul muslim yang taat menjalankan agama dan mendapat restu dari orang tuanya
2. Bukan merupakan tulang punggung keluarganya
3. Memiliki kemampuan dan keahlian melakukan misi
4. Dapat menjadi teladan bagi muslim lainnya agar mengikuti jejaknya
Pada tahap rekrutmen, apabila seorang calon pelaksana aksi sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan maka dia resmi bergabung dengan sebuah brigade dan siap untuk menjalankan misi.
Pada tahap persiapan, seorang calon akan digembleng selama 20 hari di kamp pelatihan dipandu oleh seorang instruktur. Mereka akan mendiskusikan Islam secara mendalam dan pentingnya arti sebuah jihad. Calon juga akan diajak menonton video para syuhada dan menganalisa serangan yang telah dilakukan oleh pendahulunya, dan ketika persiapan sudah benar-benar komplet dan mantap, calon akan memasuki tahap pelaksanaan aksi.
Pada tahap pelaksanaan aksi, seorang anggota dari unit lain akan menjemput calon pelaksana dan menemaninya dalam perjalanan akhir. Setelah deskripsi tugasnya ditentukan, pengebom diberitahu secara detail pada menit-menit akhir dan apa yang harus dia lakukan, apakah dia akan menjadi pengebom atau menyerang target dengan granat dan senapan sampai akhirnya dia ditembak mati. Bila ia ditentukan menjadi pengebom, maka dia segera memakai rompi yang sudah berisi 10 KG bahan peledak dan 5 KG paku serta baja. Ini dilakukukan sekitar 15 menit sebelum terjun ke sasaran, disaat itulah ia diberitahu secara persis sasaran yang akan dihancurkan.
Pro kontra Bom Syahid
Pembahasan masalah hukum bom syahid merupakan sebuah pembahasan yang akan mengundang pro kontra diantara para ulama dan cendikiawan muslim, sebagian mereka mengharamkan sedangkan sebagian lagi membolehkan. Kejelasan hukum sangat penting dalam permasalahan yang sangat krusial ini, dikarenakan perbedaan yang cukup tajam dan mengandung berbagai implikasi baik di dunia maupun di akhirat.
Pro kontar hukum bom syahid ini mengundang berbagai media dan organisasi untuk mendiskusikannya. Jurnal Inquiry and Analysis Series telah mendiskusikan soal legitimasi bom syahid ini pada bulan Mei sampai Juli 2001, yang melibatkan berbagai unsur, seperti ulama, pakar politik dan pengamat dunia Islam, akan tetapi tepat beberapa bulan setelah diskusi itu, dunia dikejutkan oleh tragedi 11 September di Amerika Serikat. Selain itu, perdebatan masalah hukum bom syahid ini juga marak di Timur Tengah, tepatnya ketika Mufti Saudi, Syaikh Abdul Aziz Abdullah Ali Syaikh membuat pernyataan dalam jurnal Al-Syarq Al-Awsat yang tebit di London 21 April 2001, bahwa aksi suicide bombers (bom bunuh diri) bukan bagian dari jihad dan hanya merusak citra Islam. Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 25 April 2001 Yusuf Qaradhawy membantah fatwa mufti itu di harian Al-Rayah yang tebit di Qatar. Lalu dua hari berikutnya tanggal 27 April 2001, dalam harian Al-Hayat Syaikh Muhammad Said Thanthawy (Grand Syaikh Al-Azhar) menguatkan keabsahan aksi bom syahid dan berkomentar bahwa operasi bom itu bagian dari jihad.
Secara garis besar, dalam permasalahan hukum bom syahid ulama terbagi kepada dua firqoh, sebagian membolehkan dan sebagian lagi mengharamkan.
1. Ulama yang membolehkan
Rabithah Ulama Filashtin (Majlis Ulama Palestina) telah mengeluarkan fatwa yang berjudul "Aksi Bom Syahid Adalah Salah Satu Bentuk Jihat Terbesar di Jalan Allah" pada tanggal 11 Shafar 1422 H/5 Mei 2001 M. Diantara isinya adalah: "Sesungguhnya aksi-aksi bom syahid ini merupakan jihad fi sabilillah. Sebab, dalam aksi tersebut terdapat perlawanan yang sangat sengit terhadap Israel. Aksi tersebut bisa membunuh, melukai dan menyusupkan rasa takut yang amat sangat kedalam hati mereka. Mereka akan selalu gelisah dan was-was dan negara mereka pun akan guncang, sehingga mereka akan berfikir untuk segera angkat kaki dari Palestina.
Sungguh para ulama masa lalu dan sekarang telah memfatwakan disyari`atkannya aksi bom syahid ini, dalil-dalinya juga kokoh dalam Al-Qur`an, Sunnah dan Ijma`.
Dan kami katakan kepada mereka yang memfatwakan selain ini, tetaplah anda di tempat anda, sesungguhnya kami ini hidup berdampingan dengan Baitul Maqdis dan lebih tahu dengan yang segala terjadi di dalamnya. Kami ini penduduk Palestina. Orang yang tinggal di Makkah lebih tahu tentang penduduk Makkah".
Prof. DR. Yusuf Qaradhawy juga memfatwakan dalam bukunya yang berjudul Fatawa Mu`ashshirah: "Saya tegaskan di sini, bahwa aksi bom syahid adalah jenis jihad terbesar di jalan Allah. Aksi ini termasuk bentuk intimidasi yang dianjurkan, sebagaimana yang yang diisyaratkan oleh Allah dalam Al-Qur`an: "Dan siapkanlah kekuatan apa saja yang kamu sanggup untuk menghadapi mereka, dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang, (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan Musuh Allah dan musuhmu" (Al-Anfal: 60). Menyebut aksi bom syahid ini sebagai bunuh diri adalah kesalahan besar yang dapat menyesatkan pemahaman orang banyak. Ini adalah aksi patriotik untuk menggapai mati syahid, dan sama sekali bukan bunuh diri".
Selain itu, masih banyak para ulama yang berpendapat bolehnya aksi bom syahid, dan menyatakan bahwa itu merupakan salah satu bentuk jihad untuk mempertahankan Dunia Islam, diantara mereka adalah: Prof. DR. Wahbah Zuhaily (Dekan Fakultas Syari`ah Universitas Damaskus), DR. Muhammad Sa`id Ramadhan Al-Buthi (Ketua Jurusan Perbandingan Agama Universitas Damaskus), Syaikh Abdullah bin Hamid (Mantan Hakim Agung Arab Saudi), DR. Muhammad Khair Haikal (Aktifis Hizbut Tahrir), Majlis Ulama Indonesia (MUI) DLL.
2. Ulama yang mengharamkam
Syaikh Nashiruddin Al-Bani menyatakan: Aksi bom bunuh diri dibenarkan dengan syarat adanya pemerintahan Islam yang berlandaskan hukum Islam, dan seorang tentara harus bertindak berdasarkan perintah panglima perang yang ditunjuk oleh khalifah, jika tidak ada pemerintahan Islam dibawah seorang khalifah, maka aksi bom bunuh diri tidak sah dan termasuk bunuh diri.
Syaikh Shaleh Al-Utsaimin berpendapat bahwa orang yang melilitkan bom pada dirinya, kemudian meledakkannya di tengah kerumunan orang kafir untuk melemahkan mereka adalah tindakan bunuh diri, sedangkan pelakunya akan mendapatkan azab yang kekal abadi. Beliau berdalil dengan firman Allah: "Dan Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang pada dirimu" (An-Nisa`: 29), dan Hadits Nabi: "Barang siapa yang mencekik lehernya, maka dia akan mencekik lehernya di neraka, dan siapa yang menusuk dirinya, maka dia akan menusuk dirinya sendiri di neraka" (HR Bukhary dan Muslim).
Ikhwah dan akhwat yang dirahmati Allah, perbedaan pendapat merupakan suatu hal yang wajar, asalkan tidak menimbulkan perpecahan dan saling menghina diantara kita, bukankah para sahabat yang merupakan manusia terbaik pernah berbeda pendapat, tapi itu tidak menimbulkan kebencian diantara mereka.
Biarkanlah saudara kita melakukan apa yang mereka yakini kebenarannya, bukankah hasil yang akan mereka dapatkan Allah yang menentukan, apakah mereka akan masuk sorga atau neraka.
Khatimah
Ikhwati wa akhawaty rahimakumullah, sudah sekian lama saudara-saudara kita di palestina berjuang untuk memperoleh kemerdekaan dan kebebasan di negara mereka sendiri, namun sampai saat sekarang ini cita-cita mereka itu belum juga tercapai, padahal itu sudah merupakan hak bagi mereka. Bukan hanya itu, mereka juga berjuang untuk mempertahankan Baitul Maqdis, kiblat pertama kita sebagai umat Islam, bukankah itu juga menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim. Namun, apa yang sudah kita lakukan untuk membebaskan Masjid A-Aqso? Apakah kita bisa berperang seperti yang telah mereka lakukan?
Mungkin untuk ikut menumpahkan darah kita tidak akan sanggup, dan untuk membantu mereka dari segi finansial juga tidak akan maksimal, hanya doa yang bisa kita persembahkan untuk mereka, semoga Allah segera menganugerahkan kemerdekaan kepada rakyat Palestina dan membebaskan Masjid Al-Aqso dari campur tangan Zionis. Namun, apakah untuk melantunkan seuntaian doa untuk mereka kita masih enggan? Na`udzubillah.
Wallahu A`lam bi Ash-Shawab
(Disarikan dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar